Vaksin Campak Usia 9 Bulan Saja Tidak Cukup, Perlu Diulang Usia 2 dan 5 Tahun

Beberapa saat yang lalu kita dikejutkan dengan kematian dr. Dionisius Giri Samudra. Dokter internship ini dikabarkan meninggal karena radang selaput otak paska infeksi morbili atau campak. Bagaimana mungkin seorang dokter meninggal karena infeksi campak? Apakah tidak vaksin?

Itu adalah beberapa pertanyaan yang beredar di kalangan anti-vaksin saat berita kematian dr. Andra (Panggilan Dionisius Giri Samudra) menyeruak. Kaum anti-vaksin seakan memiliki justifikasi bahwa seorang dokter, yang sebagian besar "berkoar-koar" pentingnya vaksin, bisa meninggal karena infeksi campak yang notabene masuk dalam program imunisasi nasional. Jadi, buat apa vaksin?

 Buat Apa Vaksin Campak?
Setidaknya, menurut Prof. Sri Rezeki, SpA dalam Buku Saku Imunisasi, ada dua alasan mengapa seorang anak perlu vaksinasi:

1. Imunisasi adalah upaya yang aman dan sangat efektif dalam mencegah penyakit infeksi, contohnya campak. Keuntungan imunisasi jauh lebih besar bila dibandingkan resiko imunisasi yang sangat kecil.
2. Jika cukup banyak orang yang mendapat imunisasi maka akan terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity). Jika semua orang kebal terhadap infeksi virus campak, maka virus campak tidak akan lagi memiliki inang (host) untuk berkembang biak. Harapannya suatu saat virus campak akan "punah" seperti virus cacar dan polio.

Jadi imunisasi adalah sebuah upaya melindungi diri sendiri dan orang lain. Jika ada orang yang menolak vaksinasi, itu artinya dia tidak hanya mencelakai dirinya atau anaknya sendiri, tetapi juga mencelakai orang lain disekitarnya.

Infeksi Virus Campak
Virus campak diharapkan dapat tereliminasi di Indonesia pada tahun 2018. Berbagai program dilakukan kementerian kesehatan untuk mewujudkannya, dengan cara mengupayakan program vaksinasi campak yang merata dan berkesinambungan.

Campak atau measles atau morbili adalah penyakit yang berbahaya, dan celakanya sekaligus penyakit yang sangat menular. Virus ini memiliki virulensi yang sangat hebat sehingga sangat mudah menimbulkan wabah.

Gejala yang muncul diawali dengan demam tinggi, pilek, mata merah, batuk, ruam kulit, dan dapat disertai diare. Komplikasi yang sering muncul adalah pneumonia (6%), radang otak (0,1%). Infeksi virus campak dapat menyebabkan kematian dan kecacatan menetap.

Vaksin Campak
Masih dalam Buku Saku Imunisasi yang ditulis Prof. Sri Rezeki, SpA, dijelaskan bahwa pemberian vaksin campak pada umur 9 bulan satu kali ternyata tidak dapat mencegah penyakit campak. Diperlukan vaksinasi kedua pada umur 2 tahun dan saat masuk sekolah umur 5-6 tahun. Jika vaksinasi saat kecil belum lengkap, pemberian vaksin campak dapat diberikan di sekolah.

Vaksin campak dapat diberikan tersendiri atau bersama vaksin lain dalam bentuk kombinasi MMR (measles, mump, rubella).

Vaksin campak berisi virus campak hidup yang dilemahkan. Jadi, efek samping yang mungkin timbul selain demam, kadang-kadang timbul ruam kulit. Efek samping tersebut akan terjadi 5-7 hari setelah vaksinasi, sesuai dengan masa inkubasi penyakit campak alami. Walaupun demikian, efek samping vaksin campak jauh lebih ringan dibandingkan dengan penyakitnya.

Vaksin MMR
Pemberian vaksin MMR dapat mencegah 3 penyakit infeksi: campak, gondongan dan rubela. MMR diberikan pada anak umur 12 bulan dan umur 4 tahun. Pada anak yang telah mendapat vaksin campak pada umur 9 bulan, MMR tetap dapat diberikan. Jika MMR telah diberikan dua kali, maka booster vaksin campak umur dua tahun dan lima tahun tidak perlu diberikan.

Wabah Campak dan Masalah Kultural Kita
Virus campak adalah virus yang sangat menular dan mudah menimbulkan wabah. Jalur penularannya yang melalui udara menjadi alasan mengapa virus ini sangat menular. Beberapa laporan terakhir menyebutkan telah terjadi peningkatan angka kejadian campak di beberapa daerah di Indonesia.

Salah satunya adalah laporan akun facebook @Piprim Basarah Yanuarso, yang mengingatkan perihal banyaknya kemunculan kasus campak berat di usia Taman Kanak-Kanak (TK). Dalam akun facebook yang diposting pada 25 November 2015 itu disebutkan:

"Hati-hati banyak muncul kasus campak berat pada anak usia TK.... Di sekolah TK pasien ini ada 10 anak yang tertular campak...dan anak ini belum mendapat vaksinasi ulangan campak usia 2 tahun dan 5 tahun... 
Salah satu komplikasi campak adalah pneumonia dan radang otak... 
Ayo segera vaksinasi ulangan campak usia 2 tahun dan 5 tahun atau bisa dg vaksin MMR usia 15 bulan dan diulang usia 5 tahun 
Tak cukup hanya vaksinasi campak usia 9 bulan"

Suka tidak suka memang kita harus mengakui bahwa literasi masyarakat kita terhadap vaksin dan imunisasi memang masih kurang bila dibanding masyarakat di dunia maju. Pengetahuan tentang pentingnya booster vaksin campak usia 2 dan 5 tahun masih belum banyak diketahui masyarakat awam. Adalah tugas kita sebagai dokter untuk mengedukasi masyarakat awam akan pentingnya hal tersebut.

Di sisi lain, kita juga masih menghadapi masalah kultural sekelompok masyarakat yang "mengatasnamakan agama" mengharamkan program vaksinasi, atau lebih sering kita kenal dengan kaum anti-vaks.

Kelompok ini meskipun jumlahnya tidak mayoritas, namun cukup menjadi kerikil tajam bagi kesuksesan program vaksinasi yang merata dan berkesinambungan. Kelompok "kecil" ini sering menjadi pemicu wabah campak yang merugikan negara ratusan juta rupiah. Hanya karena arogansi dan egoisme kaum anti-vaks, program eliminasi campak 2018 yang didanai milyaran rupiah oleh APBN bisa hanya sekedar menjadi impian di siang bolong yang tidak pernah tercapai.

Semoga suatu saat ada solusinya.

sumber :dokterpost.com

Subscribe to receive free email updates: